Sejak memiliki momongan delapan bulan lalu, Dandi (28) sering datang terlambat ke kantor. Ia terlihat stres dan nampak bingung setiap kali akan pulang ke rumah.
“Aku sebenarnya kasihan sama istri dan kangen sama si kecil, tapi sejak punya bayi istriku marah-marah terus karena kalau malam dia tidak bisa tidur. Si kecil masih bangun berkali-kali di malam hari, menangis, walaupun sudah disusui tapi tidak tidur juga. Kita semua jadi kurang tidur dan lelah. Kalau siang si kecil juga rewel dan tak mau tidur siang. Bagaimana cara mengatasinya?” ungkap Dandi.
Biasanya komentar yang didapat seringkali bersifat normatif. ”Namanya juga bayi, wajar kalau rewel, bangun atau menangis tengah malam.” Tapi tahukah Anda bahwa tidur yang berkualitas merupakan hal yang sangat penting dalam proses tumbuh kembang yang optimum pada bayi dan batita. Mengapa?
Saat bayi dan batita tidur aktivitas regenerasi sel-sel tubuh dan tumbuh kembang otak berlangsung pada puncaknya. Untuk mendapat tidur berkualitas, bayi atau batita harus dapat melewati dua tahapan tidur, yaitu tidur dalam atau fase tidur Non-Rapid Eye Movement (Non-REM) dan tidur aktif atau yang biasa disebut tidur REM.
Pada tahapan tidur tidur dalam (Non-REM), aktivitas otak regular masih terus berjalan. Umumnya pada fase ini pola pernapasan dan denyut jantung bayi teratur tanpa disertai mimpi. Fase Non-REM berperan penting dalam perbaikan sel-sel tubuh dan produksi hormon pertumbuhan yang maksimal sekitar 75%, hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan batita.
Sedangkan pada tahapan tidur aktif (REM), biasanya ditandai dengan adanya gerakan bola mata yang sangat cepat, detak jantung dan pernapasan yang terus meningkat dan tidak stabil dengan sering kali disertai mimpi. Pada tahapan ini metabolisme otak berada pada tingkat paling tinggi sehingga berpengaruh pada restorasi atau pemulihan emosi dan kognitif bayi dan batita.
Tahapan tidur REM dan Non-REM terjadi bergantian dan membentuk suatu siklus tidur. Proporsi tidur REM pada awal bayi baru lahir adalah sebanyak 50%, dan akan terus berkurang seiring pertambahan usia bayi, sehingga menjadi hanya 20% saja dari keseluruhan siklus tidur. Pada anak lebih besar didominasi dengan fase tidur Non-REM.
Pola tidur bayi/batita akan berubah sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Bayi baru lahir biasanya akan tidur selama 16 hingga 20 jam dalam satu hari. Pada usia ini pola tidur tidak teratur. Jumlah jam tidur antara siang dan malam hampir sama porsinya, dan lebih dipengaruhi rasa lapar dan kenyang si bayi.
Pada usia 2 bulan - 12 bulan, bayi pada umumnya tidur 9 sampai 12 jam pada malam hari, dengan tidur siang 1 sampai 4 kali sehari. Pada usia 12 bulan hingga 3 tahun, seorang anak biasanya tidur selama 12 hingga 13 jam seharinya, dengan rata-rata tidur siang satu kali saja dalam sehari pada usia 18 bulan. Pada usia di atas 4 tahun, seorang anak dapat tidak membutuhkan tidur siang lagi.
Tidur pagi dan siang (naps) berkaitan erat dengan lamanya atensi, quiet alert, dan cepatnya proses pembelajaran. Pada usia 3 tahun, anak yang tidur siang akan memiliki kemampuan lebih adaptatif dan hal ini penting untuk proses keberhasilan di sekolahnya.
Bayi atau batita dapat dikatakan cukup tidur jika jatuh tertidur dengan mudah di malam hari, terbangun dengan mudah di pagi hari, dan tidak memerlukan tidur siang yang melebihi kebutuhan sesuai perkembangannya. Kualitas tidur pada bayi dan batita dapat dipengaruhi oleh banyak hal, baik dari dalam diri atau pun dari luar diri bayi dan batita itu sendiri.
Secara fisik beberapa penyakit yang diderita dapat mempengaruhi tidur anak, seperti adanya penyakit kulit, infeksi telinga, infeksi di saluran pernafasan, dll. Demikian pula dengan masalah psikis anak. Hal ini berkaitan dengan tahapan perkembangan anak, pola pengasuhan, dan aktivitas anak tersebut.
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas tidur pada bayi atau batita yakni faktor lingkungan dan kultural. Faktor lingkungan mencakup keberadaan aktivitas di sekitar bayi atau batita yang berpotensi mengganggu kualitas tidur. Makanan dan minuman juga berpengaruh, dimana bayi lebih gampang tidur dalam keadaan kenyang. Jenis makanan atau minuman tertentu, konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat asma juga mempengaruhi tidur bayi dan batita.
Faktor kultural atau kebudayaan di tempat tertentu adalah hal berkaitan dengan kebiasaan tidur yang menentukan kualitas tidur bayi dan batita. Contohnya kebiasaan tidur bersama dengan berbagi tempat tidur dengan orangtua (co-sleeping) yang banyak diterapkan di Asia, termasuk di Indonesia, dapat mengurangi kualitas tidur bayi dan batita.
Masalah tidur pada bayi dan batita
Pola tidur pada masing-masing bayi memang bervariasi. Tetapi dalam sebulan setelah bayi lahir seharusnya ritme tidur dan bangun yang rutin sudah dapat terbentuk. Sehingga apabila sampai usia 6 bulan bayi masih belum mempunyai pola tidur yang relatif teratur, maka ini dapat diwaspadai karena bisa berarti adanya gangguan tidur pada bayi.
Seorang bayi atau batita dikatakan mengalami masalah tidur bila pada malam hari tidurnya kurang dari 9 jam (masalah kuantitas tidur), terbangun lebih dari 3 kali, dan lama terbangunnya lebih dari 1 jam, selama tidur rewel, menangis, dan sulit jatuh tidur kembali.
Gangguan tidur pada bayi dan batita sering kali dianggap sebagai hal yang biasa. Hasil penelitian yang dilakukan pada para orang tua di 5 kota besar Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, dan Batam) pada tahun 2004/5 terungkap bahwa 72,2% orang tua menganggap gangguan tidur pada bayi dan batita bukan masalah atau hanya merupakan masalah kecil.
Padahal, kekurangan tidur bisa menjadi masalah serius yang berdampak buruk bagi bayi dan batita. Dan perlu dipahami bahwa tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok anak yang menunjang tercapainya tumbuh kembang yang optimal.
Dampak fisik
Kekurangan tidur pada bayi atau batita akan mengganggu sekresi hormon salah satunya hormon pertumbuhan, dan regenerasi sel-sel tubuhnya, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuhnya. Akibatnya bayi atau batita menjadi mudah sakit. Kurang tidur juga menyebabkan anak kurang waspada dan mudah mengalami kecelakaan.
Dampak emosi
Secara emosional, bayi dan batita kurang tidur biasanya rewel, sensitif dan cengeng. Pengendalian dirinya buruk dan menjadi gampang marah.
Dampak kognitif dan gerak
Bayi yang terganggu tidurnya akan sulit berkonsentrasi. Keterampilannya kurang baik, sehingga motorik kasarnya menjadi lamban atau justru berlebihan, sedangkan gerak halusnya kurang cermat.
Dampak pada pengasuh dan keluarga
Saat bayi tidur berarti waktu beristirahat bagi orang tua dan pengasuh. Sedikitnya waktu tidur bayi berarti sedikit juga istirahat pengasuhnya. Keadaan ini bisa menjurus pada timbulnya stres dan sering kali diasosiasikan sebagai penyebab depresi setelah melahirkan pada ibu bayi baru lahir.
Tips atasi gangguan tidur pada bayi:
· Kenali atau identifikasi dan atasi gangguan fisik dan psikis pada bayi dan batita
· Pastikan kenyamanan ruang tidur atau lingkungan tidur bayi / batita, dengan ventilasi yang baik, pencahayaan dan suhu udara yang sesuai, dan suasana tenang
· Pastikan bayi diantar tidur pada keadaan perut kenyang dan tubuh bersih
· Perkenalkan kebiasaan tidur yang baik sejak dini, dengan menerapkan rutinitas tidur secara konsisten dengan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan, seperti memeluk bayi atau batita, melakukan sentuhan atau pemijatan pada bayi anda, menyanyikan lagu untuk bayi / batita.
· Bagi ibu pekerja, pastikan pengasuh bayi yang menggantikan peran ibu selama di kantor mengerti cara-cara membantu bayi atau batita tidur lebih baik seperti di atas.
Dr. Rini Sekartini SpAK,
Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang DKI Jakarta
Sumber:Kompas 9 April 2008
23 Jan 2011
PENTINGNYA TIDUR UNTUK PERTUMBUHAN BAYI
Label:
BAYI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar